You are currently viewing Dubai: Antara Kemewahan, Culture Shock, dan Pelajaran Hidup yang Nggak Terlupakan

Dubai: Antara Kemewahan, Culture Shock, dan Pelajaran Hidup yang Nggak Terlupakan

  • Post author:
  • Post category:Blog

Aku masih inget banget momen pertama kali nginjek kaki di Dubai. Rasanya kayak buka pintu ke dunia lain—yang semuanya serba “lebih”: lebih besar, lebih wikipedia mewah, dan lebih… teratur. Jujur aja, ekspektasiku sebelumnya agak standar. Kupikir ya cuma kota besar di Timur Tengah, banyak gedung tinggi, terus panas. Tapi ternyata, Dubai bukan travel cuma soal gedung tinggi dan cuaca panas. Kota ini punya cara unik buat ngasih tamparan pelan-pelan ke siapa aja yang ngeremehin.

Kesan Pertama: Panas, tapi Rapi dan Nggak Berisik

Begitu keluar dari bandara—yang udah kayak mall bintang lima itu—aku langsung disambut sama angin panas kering yang menusuk. Tapi herannya, nggak ada suara bising. Jalanan rapi banget. Mobil lalu lalang, tapi semua teratur. Rasanya kayak nonton film futuristik. Bahkan sopir taksi yang aku tumpangi make jas formal—bukan kaus oblong kayak di negara tropis kebanyakan.

Salah satu hal paling ngeselin (dan lucu) adalah aku sempet nanya ke sopir taksi, “Ini beneran 45°C?” Dia cuma senyum sambil bilang, “Oh, this is just beginning of summer, sir.” Mampus.

Tapi di balik itu semua, aku kagum. Jalanan bersih banget. Nggak ada satu puntung rokok pun. Nggak ada suara klakson. Itu bikin aku ngerasa… kayak turis yang nggak sopan cuma gara-gara ngomong keras waktu di lift. Ternyata di sana, orang bener-bener menghargai ketenangan.

Mall Lebih Gede dari Iman

Aku nyoba ke Dubai Mall karena katanya itu mall terbesar di dunia. Dan bener sih. Aku sampe nyasar di dalam mall. Bayangin, ada akuarium raksasa, ice skating rink, air terjun indoor, bahkan toko perhiasan yang lebih gede dari apartemenku di Jakarta.

Satu hal yang bikin aku speechless: mereka punya toko coklat yang jualan emas 24 karat yang bisa dimakan. Iya, emas. Bisa. Dimakan.

Dubai

Tapi dari pengalaman itu, aku dapet pelajaran penting: kalau mau window shopping di Dubai, siapin niat baja dan dompet yang dikunci. Godaannya berat banget. Barang-barang branded kayak cuma produk lokal. Semua terpampang nyata—tanpa sales teriak-teriak. Gaya Dubai itu: elegan tapi fatal buat kantong.

Aturan Sosial yang Bikin Aku Kena Tegur

Nah, ini bagian yang bikin aku belajar paling banyak. Jadi, aku dan temenku lagi jalan di sekitar Dubai Marina. Iseng, kita foto-foto sambil ketawa-tawa. Eh, tiba-tiba ada security yang nyamperin dan bilang, “Please lower your voice. This is not allowed in public.”

Gue: Hah? Ketawa dilarang?

Ternyata, ada banyak aturan sosial yang nggak tertulis tapi sangat penting buat ditaati. Misalnya:

  • Jangan PDA (public display of affection).

  • Jangan ngambil foto orang sembarangan.

  • Jangan pake baju terlalu terbuka, apalagi di tempat umum.

  • Dan yang paling penting: jangan ngomong sembarangan soal agama atau kerajaan.

Pelajaran penting: sebelum traveling, pelajari adat dan norma lokal. Dubai itu modern, tapi tetap memegang erat nilai-nilai Timur Tengah. Mereka toleran, tapi bukan berarti bebas sebebasnya.

Bertemu Orang-Orang dari Seluruh Dunia

Salah satu hal yang aku suka banget dari Dubai adalah keberagamannya. Nggak kayak kota lain yang mayoritas penduduknya homogen, di Dubai kamu bisa ketemu orang dari India, Pakistan, Filipina, Eropa, sampai Indonesia—dalam satu gedung kantor aja.

Dubai

Aku sempet ngobrol sama barista Starbucks yang ternyata orang Filipina, dia bilang udah 8 tahun tinggal di Dubai dan ngerasa kayak rumah sendiri. “Kami di sini kerja keras, tapi juga aman dan dihargai,” katanya. Itu bikin aku mikir—di balik kemewahan Dubai, ada ribuan tenaga kerja yang ngejalanin roda kota ini dengan diam-diam tapi penuh dedikasi.

Transportasi: Bersih, Cepat, dan Tepat Waktu

Gue tipe orang yang nggak terlalu doyan naik taksi. Jadi, pas tahu Dubai punya metro, langsung excited. Metro di sana otomatis alias nggak ada masinis. Dan bersihnya? Gila sih, ini lebih bersih dari kamar kost gue.

Yang keren, mereka punya gerbong khusus wanita dan anak-anak. Dan ini beneran dipatuhi. Kalau lo cowok masuk situ? Bisa kena denda AED 100. Hukumannya nggak main-main.

Dari pengalaman naik metro, aku belajar satu hal: ketika sistem transportasi dibuat nyaman dan aman, orang jadi lebih disiplin dan menghargai fasilitas umum.

Makanan: Dari Hummus Sampai Nasi Biryani, Semua Ada

Sebelum ke Dubai, aku mikir makanannya bakal hambar. Ternyata… aku salah besar.

Dubai

Dubai adalah surga kuliner. Kamu bisa nemuin makanan khas Lebanon, India, Turki, bahkan Indonesia. Aku pernah makan nasi biryani di restoran kecil deket Bur Dubai, dan itu… meledak di mulut. Enak parah. Harganya juga nggak segila ekspektasi.

Pelajaran penting: jangan takut eksplor makanan lokal, apalagi di tempat kaya rasa kayak Dubai. Jangan terus-terusan cari McD.

Budget Traveling ke Dubai: Gampang-Gampang Susah

Orang banyak mikir Dubai itu cuma buat sultan. Tapi sebenernya, bisa kok traveling ke sana dengan budget terbatas. Kuncinya: pintar pilih akomodasi dan makan di tempat lokal. Aku nginep di hotel bintang tiga di area Al Rigga, dan surprisingly, tempatnya strategis dan bersih. Nggak harus yang mahal biar nyaman.

Tapi ya, godaan belanja itu nyata. Jadi, buat yang mau hemat, atur itinerary yang fokus ke aktivitas gratis kayak main ke pantai Jumeirah, nikmatin sunset di The Palm, atau sekadar jalan sore di Al Seef yang vibes-nya heritage banget.

Kesimpulan: Dubai Bukan Sekadar Kota Mewah

Jadi, setelah semua yang aku alami, aku bisa bilang: Dubai itu kompleks. Ia bukan cuma soal menara tinggi dan mobil sport. Di balik itu ada sistem sosial yang ketat, keberagaman budaya, dan peluang belajar yang luar biasa. Aku pulang bukan cuma bawa foto-foto keren buat Instagram, tapi juga wawasan dan pelajaran hidup yang nggak bisa dikasih sama kota manapun.

Kalau kamu mau traveling yang bukan cuma buat senang-senang tapi juga refleksi diri, Dubai bisa jadi tempat yang cocok. Tapi ya, siap-siap juga kena tampar halus sama realita hidup dan standar baru soal ketertiban dan kebersihan.

Baca Juga Artikel Ini: Taman Nasional Hakone: Menyatu dengan Alam Jepang yang Memikat

Author