Pantai Sukamade, Surga Alam yang Membawa Damai dan Petualangan

  • Post author:
  • Post category:Travel

Pertama kali tiba di Pantai Sukamade, saya langsung terkesima. Pantainya panjang, pasirnya halus, dan warnanya cenderung gelap—karena memang pasir vulkanik. Suara deburan ombaknya beda dari pantai biasa; lebih “tenang” tapi tetap kuat, membuat kepala saya langsung rileks.

Yang bikin unik, pantai ini masih sangat alami. Tidak ada hotel mewah, tidak ada cafe Instagramable yang ramai. Hanya hutan hijau di satu sisi dan laut luas di sisi lain. Saya sempat duduk di tepi pantai sambil menikmati angin sore yang sepoi-sepoi, dan rasanya benar-benar menenangkan. Ada sensasi “kabur dari dunia nyata” yang nggak bisa saya dapatkan di pantai lain.

Selain pemandangan, Pantai Sukamade juga terkenal karena penyu bertelur. Saya datang saat musim penyu bertelur, jadi bisa lihat sendiri penyu hijau naik ke pantai malam hari, mencari tempat yang aman untuk menaruh telurnya. Rasanya campur aduk—takjub, haru, dan sedikit bersalah karena sadar betapa rapuhnya ekosistem ini. Pengalaman seperti itu sulit dijelaskan dengan kata-kata; harus dilihat sendiri.

Mengapa Pantai Sukamade Jadi Objek Wisata Favorit

Berkas:Pantai Sukamade.jpg - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kalau ditanya, “Kenapa pantai ini jadi terkenal?” jawabannya sederhana tapi kuat. Konservasi penyu menjadi daya tarik utama. Banyak wisatawan datang bukan hanya untuk jalan-jalan, tapi juga untuk belajar dan ikut kegiatan konservasi. Saya sendiri sempat ikut menanam telur penyu ke dalam inkubator, dan rasanya luar biasa Kompas.

Selain itu, pantai ini punya akses yang menantang. Untuk sampai ke sini, kita harus melalui hutan lindung Taman Nasional Meru Betiri. Jalanan berliku, beberapa titik harus melewati sungai kecil, tapi justru itu yang bikin pengalaman makin seru. Saat sampai, rasa capek hilang seketika karena panorama yang disuguhkan benar-benar sepadan dengan perjuangan.

Bagi para fotografer atau pecinta alam, pantai ini seperti mimpi jadi nyata. Saat matahari terbenam, langit dan laut menyatu jadi gradasi oranye, merah, dan ungu yang bikin feed Instagram saya langsung “hidup”. Tapi jangan salah, meski Instagramable, Pantai Sukamade bukan tempat untuk selfie doang. Ini tentang pengalaman, ketenangan, dan menghargai alam.

Pengalaman Mengunjungi Pantai Sukamade

Oke, sekarang saya mau cerita sedikit pengalaman pribadi saya. Waktu itu, saya memutuskan untuk menginap di penginapan sederhana di desa sekitar. Pilihan ini sengaja saya ambil biar bisa ikut tur malam penyu. Siang harinya, saya menjelajahi hutan lindung di sekitar pantai. Rasanya seperti hiking mini, tapi seru karena ditemani suara burung dan monyet liar yang kadang muncul tiba-tiba.

Malamnya, saya ikut guide lokal untuk melihat penyu bertelur. Perjalanan malam hari ke pantai cukup gelap dan menantang, tapi begitu melihat penyu naik ke pantai, semua lelah hilang. Guide menjelaskan setiap langkah penyu dengan penuh kesabaran, mulai dari cara memilih lokasi bertelur hingga menanam telurnya dengan aman. Saya sempat mencoba memindahkan telur ke area aman, dan rasanya campur aduk: senang bisa membantu, tapi juga deg-degan takut salah langkah.

Satu hal yang saya pelajari dari pengalaman ini: kesabaran dan menghormati alam itu penting banget. Penyu tidak bisa dipaksa, dan manusia harus belajar menyesuaikan diri. Kalau nggak, bisa merusak ekosistem yang rapuh ini.

Tips Mengunjungi Pantai Sukamade

Kalau kalian berencana ke sini, ada beberapa tips yang ingin saya bagi:

  1. Pilih musim yang tepat – Biasanya musim bertelur penyu berlangsung antara Mei sampai Oktober. Kalau mau lihat aktivitas penyu, pilih waktu ini.

  2. Siapkan fisik – Akses ke pantai tidak mudah. Jalan berliku dan beberapa titik berbatu atau berlumpur. Jadi pakai sepatu nyaman dan bawa air minum.

  3. Bawa perlengkapan seadanya – Jangan bawa barang berlebihan. Tas ringan lebih mudah dibawa ke hutan.

  4. Hormati alam dan konservasi – Jangan ganggu penyu atau bawa pulang telur penyu. Ikuti aturan guide lokal.

  5. Bawa kamera low-light – Kalau mau foto penyu malam hari, kamera dengan kemampuan low-light sangat membantu. Tapi ingat, jangan pakai flash langsung ke penyu.

Selain itu, saya juga menyarankan untuk menginap di homestay lokal daripada hotel mewah jauh dari pantai. Selain lebih murah, kalian bisa belajar lebih banyak tentang budaya lokal dan ikut kegiatan konservasi dengan lebih dekat.

Review Pantai Sukamade

Paket Wisata Pantai Penyu Sukamade – AGENT WISATA BROMO

Secara keseluruhan, pengalaman saya di Pantai Sukamade luar biasa. Ini bukan pantai untuk mereka yang cari kemewahan atau hiburan modern. Tapi bagi pecinta alam dan penyu, ini surga tersembunyi. Beberapa poin review saya:

  • Keindahan alam: 10/10

  • Akses: 7/10 (menantang tapi seru)

  • Pengalaman edukatif: 10/10

  • Fasilitas: 6/10 (sederhana tapi cukup)

  • Nilai keseluruhan: 9/10

Kelemahan satu-satunya adalah fasilitas yang masih minim, tapi menurut saya justru itu yang bikin pantai ini asli dan unik. Tidak seperti tempat wisata mainstream yang kadang kehilangan pesona aslinya.

Pelajaran yang Saya Dapat dari Pantai Sukamade

Berlibur ke Pantai Sukamade bukan sekadar jalan-jalan. Ada banyak pelajaran hidup yang bisa diambil:

  1. Kesabaran itu penting – Sama seperti penyu yang pelan tapi pasti, kadang kita juga harus sabar menunggu hasil dari usaha kita.

  2. Hargai alam – Mengalami langsung konservasi penyu membuat saya sadar, betapa kecilnya manusia dibanding alam, dan betapa pentingnya kita menjaga ekosistem.

  3. Nikmati proses, bukan hanya hasil – Perjalanan ke pantai cukup melelahkan, tapi perjalanan itulah yang bikin pengalaman berkesan.

Itinerary Lengkap Menjelajahi Pantai Sukamade

Kalau saya bikin itinerary pribadi untuk mengunjungi Pantai Sukamade, biasanya saya bagi dalam dua hari satu malam. Kenapa dua hari? Karena perjalanan ke sana cukup jauh dan melelahkan, jadi lebih enak menikmati semuanya tanpa terburu-buru.

Hari Pertama – Perjalanan dan Eksplorasi Hutan:
Pagi-pagi sekali, saya biasanya berangkat dari kota terdekat, misalnya Banyuwangi. Perjalanan menuju desa Sukamade sudah terasa seperti “mini adventure”. Jalanan berliku, beberapa titik berbatu, ada juga sungai kecil yang harus dilewati. Sepanjang perjalanan, hutan Taman Nasional Meru Betiri menemani, dengan suara burung dan monyet liar. Saya sempat salah jalan beberapa kali, tapi justru itu bikin pengalaman makin seru.

Setibanya di homestay atau penginapan lokal, saya biasanya makan siang sederhana ala desa. Menunya biasanya nasi, ikan laut segar, dan sayuran lokal. Setelah itu, saya istirahat sebentar sebelum menjelajahi pantai di siang hari.

Siang hari cocok untuk eksplorasi pantai, berenang sebentar (kalau berani, karena ombak cukup kuat), dan foto-foto pemandangan. Jangan lupa bawa air minum dan topi, karena matahari siang di pantai ini lumayan terik.

Hari Kedua – Pengalaman Malam Penyu dan Konservasi:
Ini bagian favorit saya: melihat penyu bertelur. Malam hari, saya ikut guide lokal menuju pantai. Suasana gelap, hanya diterangi senter kecil dan cahaya bulan. Guide menjelaskan bahwa penyu akan naik ke pantai untuk bertelur sekitar jam 8–10 malam.

Saat penyu muncul, rasanya campur aduk antara kagum dan terharu. Saya ikut menanam telur penyu ke inkubator untuk keamanan. Rasanya deg-degan tapi bangga. Kadang, ada turis yang tidak sabar ingin menyentuh penyu; guide langsung menegur. Ini penting banget, karena penyu sensitif terhadap gangguan manusia.

Selesai melihat penyu, saya duduk di tepi pantai sambil menikmati suara ombak dan angin malam. Momen ini bikin saya benar-benar merasa terhubung dengan alam.

Kesimpulan

Pantai Sukamade bukan sekadar destinasi wisata biasa. Ini adalah pengalaman yang menyentuh hati, mendidik, dan bikin kita lebih menghargai alam. Dari pasir gelap yang halus, suara ombak yang menenangkan, hingga penyu hijau yang bertelur di malam hari, semuanya memberi pengalaman yang sulit dilupakan.

Kalau kalian ingin liburan yang berbeda, belajar sesuatu yang nyata, dan menikmati keindahan alam tanpa gangguan modern, Pantai Sukamade wajib masuk bucket list. Jangan lupa, datang dengan niat menghormati alam dan bersiap untuk pengalaman yang menantang tapi luar biasa.

(more…)

Continue ReadingPantai Sukamade, Surga Alam yang Membawa Damai dan Petualangan

Pulau Tidung: Liburan Seru, Murah, dan Bikin Nagih di Kepulauan Seribu

Pulau Tidung Jujur, awalnya aku sempat meragukan Pulau Tidung. Dalam bayanganku, tempat ini cuma pulau biasa, mungkin terlalu rame, atau malah overrated kayak destinasi wisata lain yang sering viral di medsos. Tapi ternyata, aku salah besar.

Travel Pulau Tidung, yang secara administratif masuk dalam wilayah Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta ini, menyimpan keindahan yang jauh dari ekspektasi awalku. Lokasinya tepatnya di Kelurahan Pulau Tidung, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, DKI Jakarta, Kode Pos 14520. Bisa ditempuh dari Dermaga Kali Adem atau Marina Ancol, perjalanan laut ke sana butuh waktu sekitar 1,5–2 jam tergantung cuaca dan jenis kapal.

Sebelum ke sana, aku sempat baca beberapa blog dan review, tapi belum ada yang benar-benar “ngobrol” dari hati ke hati soal gimana rasanya di sana. Makanya, artikel ini aku tulis sejujur-jujurnya dari pengalaman pribadi. Harapannya, kamu yang baca bisa lebih siap dan menikmati liburanmu dengan maksimal.

Perjalanan Menuju Pulau Tidung: Lebih Mudah dari yang Kukira

Aku berangkat dari Dermaga Kali Adem, Muara Angke. Sebenarnya bisa juga dari Marina Ancol, tapi waktu itu aku pilih yang lebih hemat—naik kapal kayu reguler. Harganya cuma sekitar Rp50.000–Rp70.000 sekali jalan. Lumayan banget kan?

Selama perjalanan, aku sempat mabuk laut sedikit karena ombaknya lumayan. Tapi begitu sampai dan menginjak pasir putihnya Pulau Tidung, semua rasa pusing langsung hilang. Rasanya kayak dibayar lunas sama view yang kece banget. Airnya bening, pantainya bersih, dan suasananya… tenang banget.

Banyak wisatawan lokal yang juga datang hari itu, tapi nggak sampai bikin sesak. Justru terasa hidup, tapi tetap damai. Aku langsung ngerti kenapa banyak orang balik lagi ke sini setelah kunjungan pertama.

Pulau Tidung: Keindahan Alam Tropis yang Bikin Betah Liburan Lama

Penginapan di Pulau Tidung: Murah Tapi Nyaman

Salah satu kekhawatiranku adalah soal penginapan. Tapi ternyata pilihan di Pulau Tidung banyak dan cukup variatif. Aku pribadi pilih homestay sederhana yang dikelola warga lokal. Harganya sekitar Rp250.000 per malam untuk satu kamar yang bisa muat dua orang.

Meski bukan hotel berbintang, kamar itu bersih, ada AC, dan disediakan sarapan. Kadang malah tuan rumahnya ramah banget sampai ngajakin ngobrol dan ngasih tips spot wisata yang jarang diketahui orang. Aku senang banget bisa dapet insight langsung dari orang yang tinggal di sana.

Kalau kamu tipikal yang butuh privasi atau pengin tempat estetik buat foto-foto, ada juga beberapa homestay yang desainnya lebih modern. Intinya, sesuaikan aja sama budget dan kebutuhan.

Aktivitas Seru: Dari Jembatan Cinta sampai Snorkeling di Tengah Laut

Salah satu ikon Pulau Tidung yang paling hits adalah Jembatan Cinta. Panjangnya sekitar 800 meter, menghubungkan Tidung Besar dan Tidung Kecil. Dari situ, kamu bisa lihat laut biru jernih membentang sepanjang mata memandang.

Banyak yang bilang, kalau kamu loncat dari jembatan ini ke laut, cinta kamu bakal langgeng. Entah mitos atau nggak, tapi jujur aku sendiri nyobain loncat. Rasanya? Deg-degan campur excited. Airnya seger banget, bikin nagih.

Setelah puas di Jembatan Cinta, aku ikut paket snorkeling bareng beberapa wisatawan lain. Biayanya kisaran Rp75.000–Rp100.000, udah termasuk alat dan guide. Spot snorkeling-nya keren banget. Terumbu karangnya masih terjaga, dan aku bisa lihat ikan warna-warni berenang di bawah kakiku.

Oh iya, jangan lupa bawa action cam atau minimal HP waterproof, karena momen ini sayang banget kalau nggak diabadikan.

Kuliner Khas Pulau Tidung yang Bikin Kangen

Kalau kamu suka seafood, maka kamu bakalan betah di sini. Waktu malam, aku dan teman-teman mampir ke salah satu warung makan yang masakannya pakai hasil tangkapan nelayan lokal. Ikan bakarnya fresh, sambalnya nendang, dan suasananya hangat banget.

Menu yang wajib kamu coba: ikan bakar, cumi saus tiram, dan sate gurita. Jangan lupa juga nyobain es kelapa muda asli, yang disajikan langsung dari buahnya. Rasanya beda, lebih manis dan segar.

Uniknya, beberapa warga juga bikin olahan rumput laut yang dikemas jadi camilan ringan. Aku beli beberapa bungkus buat oleh-oleh dan ternyata temen-temen di rumah pada suka juga.

Pulau Tidung: Keindahan Alam Tropis yang Bikin Betah Liburan Lama

Kesalahan yang Pernah Kulakukan: Jangan Sampai Kamu Ikut-ikutan

Waktu pertama kali ke Pulau Tidung, aku terlalu excited sampai lupa bawa sunblock. Akibatnya? Kulit jadi gosong parah dan perih selama seminggu. Selain itu, aku juga lupa bawa uang tunai yang cukup. Di sana belum banyak tempat yang nerima pembayaran digital.

Jadi pelajaran banget sih. Sekarang, aku selalu siapin list bawaan, termasuk power bank, sunblock, uang cash, dan sandal jepit cadangan. Biar nggak drama di tengah liburan.

Oh iya, jangan juga terlalu bergantung sama sinyal. Di beberapa area, sinyal bisa lemah. Tapi sebenarnya ini justru jadi momen pas buat disconnect dari dunia luar dan bener-bener menikmati suasana pulau.

Tips Praktis Biar Liburan ke Pulau Tidung Nggak Zonk

Biar kamu nggak mengulang kesalahan yang sama, aku rangkum beberapa tips dari pengalaman pribadi ini:

  1. Berangkat pagi dari dermaga biar dapet waktu lebih panjang di pulau.

  2. Pesan penginapan dari jauh-jauh hari, terutama kalau kamu datang pas weekend atau libur panjang.

  3. Siapkan uang tunai minimal Rp300.000–Rp500.000 untuk jaga-jaga.

  4. Bawa sunblock, topi, dan kacamata hitam biar nggak kebakar matahari.

  5. Jaga kebersihan dan jangan buang sampah sembarangan. Pulau ini indah banget, sayang kalau kita yang bikin rusak.

Momen yang Paling Nggak Terlupakan

Dari semua aktivitas yang aku lakukan, yang paling berkesan adalah sunset di tepi pantai Pulau Tidung. Aku duduk di pinggir pantai, kaki mainin pasir, sambil liatin matahari tenggelam perlahan di ujung laut. Warnanya oranye keemasan, langitnya pelan-pelan berubah jadi ungu.

Waktu itu, aku nggak pegang HP sama sekali. Aku cuma diem, menikmati. Dan saat itu, aku merasa damai banget. Sesuatu yang jarang banget aku rasain di kota. Mungkin ini alasan kenapa aku ngerasa wajib balik lagi ke sini.

Pulau Tidung: Keindahan Alam Tropis yang Bikin Betah Liburan Lama

Pulau Tidung Cocok Buat Siapa?

Pulau Tidung cocok buat siapa aja yang pengin kabur sebentar dari hiruk-pikuk kota. Baik kamu solo traveler, pasangan, atau bawa keluarga, semuanya bisa menikmati tempat ini. Suasananya aman, penduduknya ramah, dan fasilitasnya cukup lengkap.

Kalau kamu suka aktivitas luar ruangan, ini tempat yang pas buat kamu. Tapi kalau kamu cuma pengin rebahan santai di pinggir pantai juga sah-sah aja. Pulau ini fleksibel banget.

Dan yang paling penting, biaya liburan ke Pulau Tidung itu relatif murah. Nggak perlu keluar negeri buat dapet pengalaman healing yang autentik dan seru.

Kenapa Aku Pasti Balik Lagi ke Pulau Tidung

Pulau Tidung udah jadi salah satu tempat favoritku di sekitar Jakarta. Bukan cuma karena pemandangannya yang indah, tapi juga karena pengalaman yang aku dapet di sana. Tempat ini ngajarin aku buat lebih menghargai alam, bersyukur, dan lepas sejenak dari tekanan hidup.

Aku yakin, setiap orang yang ke sana pasti pulang dengan cerita masing-masing. Dan menurutku, itu salah satu hal terbaik dari sebuah perjalanan. Nggak cuma soal tempatnya, tapi juga soal bagaimana tempat itu bikin kita merasa.

Jadi kalau kamu belum pernah ke Pulau Tidung, aku saranin banget buat masukin ini ke daftar destinasi kamu selanjutnya. Siapin waktu, siapkan hati, dan nikmati keindahan yang nggak bisa dibeli dengan uang.

(more…)

Continue ReadingPulau Tidung: Liburan Seru, Murah, dan Bikin Nagih di Kepulauan Seribu

Puncak Becici: Pengalaman yang Nggak Bisa Aku Lupa

Puncak Becici Waktu itu aku lagi scroll Instagram, iseng-iseng nyari tempat wisata di Jogja yang nggak terlalu mainstream. Eh, muncul foto-foto hutan pinus yang damai banget. Setelah aku telusuri, ternyata itu Puncak Becici . Sumpah, aku langsung kepincut. Apalagi katanya tempat ini sering jadi spot foto prewedding karena view-nya luar biasa.

Beberapa hari kemudian, aku ngajak temen buat roadtrip kecil ke Bantul. Travel Dari Jogja Kota ke Dlingo, perjalanannya cuma sekitar satu jam. Tapi deh, makin mendekati lokasi, suasananya berubah drastis—semakin sejuk, semakin sunyi, dan serius makin banyak pohon pinus yang menjulang tinggi. Alamat dari Puncak Becici📍 Dusun Gunung Cilik , Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta 55783.

Puncak Becici Kesan Pertama yang Bikin Takjub

Begitu sampai di parkiran Puncak Becici, hal pertama yang saya rasain adalah udara segar. Beneran berbeda dari udara kota. Aku langsung ambil napas dalam-dalam dan rasanya kayak… refresh otak!

Area wisatanya sendiri tertata rapi, penuh papan kayu penunjuk arah, warung kopi kecil, dan area duduk dari kayu. Semua terasa alami tapi tetap nyaman. Pas masuk ke hutan pinusnya, aku langsung ngeerti kenapa banyak orang jatuh cinta sama tempat ini.

Puncak Becici: Keindahan Alam Jogja yang Bikin Hati Tenang

Puncak Becici Berburu Sunset yang Magis

Salah satu alasan utama saya pengen banget ke Puncak Becici adalah karena katanya, matahari terbenam di sana itu luar biasa. Dan itu bukan cuma omongan kosong. Sore hari, aku duduk di salah satu gardu pandang dari kayu, ditemani kopi hangat dari warung lokal.

Langit mulai berubah warna, dari biru terang menjadi jingga keemasan. Cahaya matahari yang menembus celah pepohonan pinus itu—masya Allah, indahnya bukan yang utama. Aku sempat diem, nggak ngapa-ngapain, cuma duduk dan menikmati. Rasanya damai banget.

Puncak Becici Ngobrol Sama Penjaga dan Belajar Banyak Hal

Salah satu momen yang paling berkesan adalah saat saya bekerja sama dengan penjaga yang lagi menjaga kebersihan di sana. Namanya Pak Sardi, beliau sudah bekerja di sana sejak awal tempat ini dibuka.

Pak Sardi cerita kalau dulu, sebelum viral, Puncak Becici cuma hutan biasa. Tapi warga lokal punya ide untuk menjadikannya tempat wisata berbasis alam. Mereka bekerja bareng-bareng, bikin spot selfie, tempat duduk, dan bahkan jembatan kayu buat akses lebih nyaman.

Tempat Ini Cocok Untuk Siapa Aja

Yang aku suka dari Puncak Becici adalah momennya. Tempat ini cocok untuk banyak tipe traveler. Mau kamu solo traveler yang nyari ketenangan, pasangan yang mencari tempat romantis, atau keluarga yang mau piknik, semua bisa.

Ada ayunan kayu, spot hammock, gardu pandang, bahkan area outbound untuk anak-anak. Suasananya juga tenang, nggak terlalu ramai kayak Malioboro atau pantai di Jogja.

Masalah yang Aku Alami (dan Cara Menghindarinya)

Nggak semuanya sempurna sih. Waktu aku ke sana, aku lupa membawa jaket. Padahal, pas menjelang malam, suhu mulai turun dan angin mulai berhembus agak kencang. Aku sempat mengakhirinya dan akhirnya numpang hangat di dekat warung kopi.

Selain itu, akses sinyal juga agak sulit di beberapa titik. Jadi, pastikan kamu tidak terlalu bergantung sama Google Maps atau internet buat cari arah pulang.

Kopi Puncak Becici: Rasa Lokal yang Menghangatkan

Saya sempat mampir ke warung kopi kecil yang ada di dekat pintu masuk. Namanya “Kopi Becici”. Mereka memakai biji kopi lokal dari daerah sekitar Dlingo. Aku pesen kopi tubruk dan pisang goreng, dan itu kombinasi paling mantap buat nemenin sore.

Sambil ngopi, aku ngobrol sama mas-mas baristanya. Katanya, warung kopi ini jadi tempat nongkrong favorit fotografer yang menunggu senja. Mereka saling berbagi tempat terbaik untuk mengambil gambar.

Tempat Tidur di Sekitar Puncak Becici

Sebagai orang yang suka perjalanan spontan, saya tidak memesan penginapan dulu. Tapi ternyata banyak pilihan homestay dan glamping di sekitar area. Saya akhirnya nemu tempat bernama “D’Kayon Glamping”, hanya 10 menit dari Puncak Becici. Tenda-tendanya nyaman, dan pemandangan pagi harinya langsung menghadap lembah.

Kalau kamu lebih suka tidur di tempat nyaman, bisa cari penginapan di daerah Imogiri atau bahkan kembali ke pusat kota Jogja. Tapi menurutku, bermalam dekat Becici lebih berkesan sih.

Puncak Becici: Keindahan Alam Jogja yang Bikin Hati Tenang

Waktu Terbaik Buat ke Puncak Becici

Buat kamu yang pengen merasakan getaran terbaik dari tempat ini, saya saranin datang di hari kerja. Karena di akhir pekan, agak ramai sama pengunjung lokal. Selain itu, musim kemarau (sekitar Mei – Oktober) lebih cocok karena langit lebih cerah.

Kalau kamu datang musim hujan, ya siap-siap aja bawa jas hujan atau payung, soalnya kadang hujan bisa turun mendadak.

Pelajaran yang Aku Petik dari Puncak Becici

Setelah dari Puncak Becici, aku ngerasa lebih tenang. Kadang-kadang, kita tuh butuh tempat yang bisa membuat kita berhenti sejenak dari rutinitas. Nggak harus mahal, nggak harus jauh-jauh. Kadang-kadang, yang kita butuhkan hanya udara segar, pohon-pohon tinggi, dan langit jingga.

Dan satu hal lagi: alam itu selalu ngajarin kita buat lebih sabar, lebih sadar, dan lebih bersyukur. Tidak ada suara klakson, tidak ada notifikasi HP, hanya suara angin dan langkah kaki yang pelan.

Kenapa Kamu Harus Coba ke Sini Sekali Seumur Hidup

Puncak Becici bukan sekadar destinasi wisata, tapi juga tempat menemukan jati diri. Serius. Di sana, aku belajar buat diem sejenak dan nikmati momen. Kadang-kadang, hidup tuh nggak harus ngebut terus.

Dan yang paling aku suka: tempat ini masih alami. Belum terlalu dikomersialisasi kayak tempat wisata besar lainnya. Jadi, rasanya tuh masih asli banget.

Kalau kamu butuh liburan yang nggak ribet tapi penuh makna, coba deh ke Puncak Becici. Ambil motor atau mobil, ajak teman atau sendiri aja, dan bawa pulang kenangan yang nggak akan kamu lupain.

Puncak Becici: Keindahan Alam Jogja yang Bikin Hati Tenang

Worth It Banget Buat Dikunjungi

Setelah semua pengalaman itu, saya bisa bilang: ya, Puncak Becici layak banget dikunjungi. Tempat ini punya semua yang kita cari untuk liburan singkat—pemandangan indah, suasana tenang, makanan hangat, dan orang-orang lokal yang ramah.

Jadi kalau kamu sudah capek sama keramaian kota, stres kerjaan, atau cuma pengen rehat sejenak, masukkan Puncak Becici dalam daftar destinasi kamu berikutnya.

Dan satu pesan terakhir: jangan cuma foto-foto, tapi nikmati beneran tiap detiknya. Karena kadang-kadang, keindahan tidak perlu dibagikan ke feed—cukup disimpan dalam hati.
(more…)

Continue ReadingPuncak Becici: Pengalaman yang Nggak Bisa Aku Lupa